Postingan ini ditulis di tengah-tengah kegiatan KKN.
Kegiatan dan perkuliahan paling hectic karena lokasinya pun beragam, juga dengan orang-orang yang beragam dari berbagai jurusan.
Dapat dipastikan tidak ada yang melebihi satu orang dari perwakilan setiap jurusan dalam satu kelompok KKN.
Aku pun juga menjadi salah satu delegasi dari jurusanku, Pendidikan Matematika.
Di awal, masih terlihat banyak yang menutup diri tanpa mengungkapkan jati diri sebenarnya.
Tapi, kami akan tinggal bersama selama kurang lebih 40 hari, waktu yang menurutku tidak sebentar untuk ukuran perkuliahan dalam bentuk pengabdian.
Tempat KKN aku sendiri berlokasi di Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu.
Awal dapat di Indramayu, sungguh aku merasa benar-benar terpuruk.
Aku merasa lebih baik mengundurkan diri dari perkuliahan ini.
Tetapi saat diingatkan oleh Ibu, dan saat bertemu dengan teman-teman kelompok, entah mengapa keresahan dan kekhawatiran tersebut hilang bagai debu tertiup angin.
Aku justru jadi menggebu-gebu untuk mengerahkan segala kemampuan terbaikku dalam KKN ini.
Aku ingin menorehkan sejarah bahwa sosok aku, yang selalu mendeklarasikan diri pada siapa pun dan di mana pun kalau aku ini gadis yang cepat pulih dengan kepribadian di atas rata-rata, mampu bertahan dalam situasi dan kondisi apa pun.
Aku ingin melahirkan sosok aku yang baru tanpa harus dibayang-bayangi aku yang sesungguhnya.
Oke, aku rasa sudah cukup cerita tentang diriku sendiri menghadapi KKN di Indramayu ini.
Mari kita berlanjut ke tahap pelaksanaan.
Dalam suatu kelompok, tentu perlu adanya seorang pemimpin.
Sudah menjadi hal yang seharusnya agar kelompok KKN aku tidak bertransformasi menjadi kelompok yang barbar dan liar.
Maka, terpilihlah struktur organisasi dengan nama-nama berikut.
Ketua : Ilham Muzakki, jurusan Pendidikan Kimia.
Sekretaris : Vini Fatmawati, jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
Bendahara : Gadis Adhistria, jurusan Pendidikan Seni Tari.
Dengan pertimbangan ingin menghasilkan kepengurusan yang efektif dan efisien, maka Ilham, meminta agar sekretaris dan bendahara masing-masing menjadi dua orang.
Dan saat itulah, Ilham memilih aku untuk menjadi sekretaris kedua dan Himmah Rahmawati dari jurusan Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia sebagai bendahara.
Saat bertemu dengan dosen pembimbing lapangan, tiba-tiba Vini bilang kami harus mencari sekretaris yang lain lagi karena ia dipindahkan ke daerah Sumedang dengan beberapa alasan.
Maka dari itu, secara otomatis aku menjadi sekretaris dan dicarilah sekretaris baru yaitu Yulqi Azka Shiyami dari Pendidikan Teknik Agro Industri.
Oke, itu hanya beberapa hal mengenai struktur kepengurusan yang Alhamdulillah sudah fix.
Berlanjut ke packing barang-barang kelompok yang akan kami bawa ke Indramayu.
Setelah memutuskan kami akan mengumpulkan barang-barangnya di kosan aku dengan pertimbangan lebih dekat dari lokasi pemberangkatan, maka mereka semua datanglah ke kosan aku.
Ada Febi, Kiki, Yulqi, Himmah, dan tentu saja Pak Ketua, Ilham.
Selesai mengepak dan hanya tinggal aku berdua dengan ketuaku itu, dia tiba-tiba bertanya.
“Saya orangnya nyebelin ya?”
Aku sedikit tercenung mendengar pertanyaannya tetapi aku menggeleng mantap. “Enggak. Emang kenapa?”
“Kamu pikir saya nggak tau kalian menganggap saya orang yang menyebalkan. Iya, kan? Mereka menganggapnya gitu, kan?”
“Ah, enggak juga.”
“Kalau di mata kamu, bagaimana?”
“Biasa saja. Aku orangnya nggak mudah terpancing, Ham.”
“Oke, kita buktiin nanti. Saya bersikap nyebelin begini sengaja. Karena saya ingin nguji loyalitas mereka ke kelompok. Nanti selama di sana, lima hari pertama, juga akan saya diamkan. Saya biarkan mereka ingin melakukan apa. Kita lihat bagaimana sifat asli mereka. Kamu pun juga ada gilirannya. Jadi, kalau saya berubah jadi menyebalkan, bagaimana?”
Aku hanya mengangkat bahu. “Ya silahkan saja. Tidak akan berpengaruh apa-apa ke aku. Aku nggak akan mengeluhkan apa pun.”
Dia ketawa. “Yakin?”
Aku mengangguk pasti. “Iya. Dicoba saja. Paling aku cuma bisa nangis nanti.”
Nah, itu hanya sekelebat percakapan selama kemas-kemas.
Sedangkan saat hari kedua pelaksanaan KKN, dia benar-benar mulai berubah.
Dari yang awalnya cerewet dan ceria, langsung bersikap dingin dan tidak menegur kita semua kecuali memang ada hal yang perlu dibicarakan.
Nah, jelas hal tersebut memberikan efek samping padaku.
Aku merasa benar-benar depresi menghadapi sikapnya padaku, aku mencoba mencari pelarian ke mana-mana tetapi hasilnya nihil dan berujung dengan siksaan batin yang aku rasakan.
Semuanya aku tahan, aku pendam berhari-hari dan meluapkannya, seperti yang sudah aku bilang, hanya dengan menangis.
Entah sudah berapa kali aku menyendiri dan menangis kejer sambil menggigit baju untuk membungkam suaraku keluar.
Puncaknya adalah saat main kartu UNO, dan sungguh hal ini merupakan hal paling kekanak-kanakan yang pernah aku lakukan sepanjang hidup.
Ceritanya begini, petanding bersisa dua, aku dan Yulqi.
Ilham yang sudah menang pun memutuskan membantu Yulqi dan ia menyarankan untuk mengeluarkan kartu cermin, yang artinya pemain harus bertukar kartu yang dimiliki dengan lawan.
Sedangkan kartu ditanganku merupakan kartu yang sangat menguntungkan dan tinggal selangkah lagi menuju UNO Games.
Karena kesal itulah, aku langsung mengacak-acak kartu UNO yang ada dan nangis di tempat.
Bukan karena permainan UNOnya, tetapi mungkin karena sudah terlalu banyak hal yang aku pendam.
Seperti, salah satunya, merasa seperti tidak dianggap oleh Ilham sendiri.
Aku seperti butiran debu yang dapat terhempas angin kapan pun dia ingin meniup aku.
Aku jadi merasa benar-benar tersiksa dan ingin teriak sekencangnya.
Tak jarang aku melakukan hal-hal yang menunjukkan kalau aku itu ADA, tetapi olehnya dihempas lagi dan lagi sampai pada akhirnya, aku lelah.
Sungguh, aku merasa depresi, frustasi, lelah lahir dan batin, dan sebagainya sampai-sampai aku merasa terpuruk.
Jadi aku berusaha untuk membiarkan dia semaunya pada diriku.
Tapi aku berpikir, hal tersebut justru hanya akan merugikan diriku sendiri yang selalu merasa canggung dan tidak nyaman berada di sekitarnya sedangkan hari yang tersisa masih banyak untuk KKN ini.
Jadi, aku kembali gencar melakukan aksi apa pun kalau aku itu ADA dan dianggap olehnya.
Jika dia tidak bereaksi dan tidak ada perubahan?
Malam hari saat semuanya sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing, aku menyendiri di teras dan menangis.
Yah, apalagi yang bisa aku lakukan selain menangis?
Bicara padanya untuk menganggap kehadiranku sebagai sekretarisnya?
Menurutku itu sama sekali bukan suatu solusi penyelesaian masalah karena justru kami akan menjadi semakin canggung dan asing satu sama lain.
Jadi? Bagaimana?
Aku harap keadaan ini akan semakin membaik seiring dengan hari-hari yang sudah terlewati.
Aku harap aku bisa melewatkan, satu hari saja, tanpa air mata.
Karena aku sudah bertekad untuk menghidupkan hidupku di KKN ini.
Terlalu rugi rasanya hanya berfokus pada satu orang sedangkan masih ada 8 orang lainnya yang peduli padaku.
Seperti Kiki, Febi, Gadis, Yulqi, Himmah, Reza, Lutfi, dan Deni yang selalu menjadi sandaran hati setiap harinya selama 40 hari ini.
Keep proactive, Dina!
-d-