Sebelumnya, kita perkenalkan dulu yaa para pemain dari drama ini.
Kim Soo Hyun
Han Ga In
Aku sendiri tidak tahu kenapa bisa benar-benar jatuh cinta dengan drama ini.
Dari judulnya saja sudah sangat romantis, bukan? Hehe.
Menurutku lho, ya, sebagai jiwa melankolis paling bahagia :D
Baru kali ini ada drama korea dengan 20 episode, dan hanya 30 menit terakhir di episode 20 yang benar-benar bahagia.
Sisanya? Sedih, tegang, campur aduk pokoknya.
Drama ini bercerita tentang kerajaan di jaman Joseon, Korea.
Istana merupakan tempat yang paling diinginkaan untuk didatangi semua orang.
Tetapi yang jelas, di sana, jaman dahulu, kasta tetaplah kasta.
Bahkan untuk melihat raja saja pakaian dan sepatu harus terbuat dari sutera.
Banyak yang bilang jika sudah memasuki istana, haruslah hati-hati.
Baik itu dalam melangkah, berbicara, apalagi berbuat.
Sehingga orang-orang yang berada di istana hanyalah orang-orang pilihan.
Pilihan yang seperti apa?
Jangan salah, biar kasta mereka memang tinggi, tetapi hati mereka tidak setinggi kastanya.
Banyak pemerintah-pemerintah yang gila kedudukan sehingga melakukan permainan politik, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang diinginkan.
Namun, ada juga petinggi yang memang layak dan pantas berada di sana karena potensi juga kebijaksanaan mereka.
Termasuk ayahnya Heo Yeon Woo, putri cantik dan imut berumur 13 tahun yang sangat pintar, rendah hati, senyumnya memukau, juga peduli terhadap sesamanya, termasuk rakyat tidak punya.
Ayah Yeon Woo mendidik anaknya dengan penuh kebijaksanaan, ketegasan, juga kasih sayang.
Sehingga tidak heran jika anak laki-lakinya, kakak dari Heo Yeon Woo, dipercaya untuk menjadi guru bagi The Crown Prince, Lee Hwon.
Yeon Woo selalu membantu kakaknya menghadapi The Crown Prince yang tidak mudah menerima seseorang menjadi gurunya.
Singkat cerita, saat upacara penobatan kakaknya, Yeon Woo datang dan tidak sengaja bertemu dengan Lee Hwon.
Ia berbicara banyak dan menganggap Lee Hwon adalah maling tanpa mengetahui bahwa Lee Hwon merupakan pangeran kerajaan.
Saat mengetahui, jelas Yeon Woo merasa bersalah tetapi dianggap lelucon oleh Lee Hwon.
Dan ya, keduanya langsung saling menyukai sejak pertemuan pertama itu.
Ternyata, adik perempuan dari Lee Hwon pun juga membutuhkan guru.
Tentu saja Yeon Woo masuk kualifikasi bersama Yoon Bo Kyung, gadis penuh iri pada Yeon Woo karena dalam satu hari gadis itu sudah mendapat perhatian dari Princess dan Raja.
Kemudian, tibalah saatnya untuk pemilihan The Crown Princess.
Walaupun Lee Hwon masih berumur 15 tahun, tetapi upacara pernikahan memang diselenggarakan sejak umur yang masih belia untuk dapat mempertahankan keturunan kerajaan.
Ayah Yeon Woo sedikit resah karena sudah mengirim kedua anaknya ke dalam istana.
Ditambah lagi, Yeon Woo keras kepala ingin mengikuti kompetisi pemilihan The Crown Princess karena Lee Hwon memintanya secara pribadi, juga mendukungnya.
Hanya dengan satu pertanyaan dari raja, yaitu:
Aku adalah raja negara Joseon. Jika aku dinilai dengan uang, berapa nilaiku?
Yoon Bo Kyung menjawab “Kebaikan raja lebih tinggi dari gunung dan lebih luas dari lautan. Bagaimana mungkin saya berani mengukurnya dengan uang? Mungkin bisa dibandingkan dengan emas dan permata. Mari kita menunggu sampai alat mengukur berat langit dan dalamnya lautan ditemukan. Saat itu, mohon tanyakan saya kembali.”
Jawaban Yoon Bo Kyung memang sangat lugas dan dia mengucapkannya dengan sangat piawai, sesuai dengan anak yang berpendidikan.
Tetapi jawaban tersebut belum cukup menjadikannya sebagai The Crown Princess.
Yap, Heo Yeon Woo yang terpilih menjadi The Crown Princess karena menjawab :
Jawabannya adalah 1 Yang. (Mungkin senilai dengan 1 rupiah kali ya? Hehe.)
Jelas orang-orang di ruangan tak terkecuali raja, terkejut mendengar jawaban itu.
Alasannya ia menjawab 1 Yang karena:
Bagi rakyat miskin, tidak ada yang lebih berharga dari 1 Yang. Bagi orang kaya mungkin 1 Yang tidak berarti apa-apa. Tetapi bagi orang miskin mereka paham betul betapa berharganya 1 Yang. Raja sama berharganya dengan 1 Yang di mata mereka. Jadi saya mohon raja menetapkan kebijakan bagi rakyat banyak.
Saat itu bukan main bagaimana senangnya Lee Hwon saat terpilihnya Yeon Woo sebagai The Crown Princess.
Tetapi Nenek Lee Hwon tidak setuju.
Ia hanya ingin Bo Kyung yang menjadi The Crown Princess karena sudah mempunyai perjanjian dengan ayah Bo Kyung yang selalu bertindak licik juga tidak peduli pada rakyat miskin.
Sampai akhirnya nenek Lee Hwon menghampiri seorang Shaman kerajaan yang dipercaya untuk membunuh Yeon Woo.
Yeon Woo pun akhirnya meninggal dan di situlah detik-detik di mana kesedihan mulai tercipta pada drama ini.
Apalagi kalau melihat Lee Hwon sampai dewasa selalu terlelap dengan memanggil-manggil nama Yeon Woo sambil mengeluarkan air mata.
Nah, itu dia singkat cerita dari The Moon That Embraces The Sun.
Apakah Yeon Woo benar-benar meninggal atau masih hidup?
Silahkan ditonton kelanjutan ceritanya.
Banyak hal-hal mengejutkan yang bikin tegang, kepedihan di sana sini, dan perasaan lainnya yang dapat membuatmu akan melupakan sekelilingmu (oke ini memang berlebihan, hehe).
Sampai sekarang aku belum bisa move on dari The Moon that Embraces The Sun.
Setting, karakter para tokoh, dan yang paling penting, alur cerita drama ini mendekati sempurna.
Terbukti dari menangnya drama ini sebagai best drama di Korean Drama Awards tahun 2012.
So, penasaran bagaimana kisah akhir dari Lee Hwon dan Heo Yeon Woo?
Just watch the drama.
Cuma 20 episode kok, nggak beatus-ratus episode kayak sinetron Indonesia hehehehe *facepalm*
-d-
Bismillahirrohmanirrohiim
Bismillahirrohmaanirrohiim
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Senin, 20 April 2015
Top Five Dramas
Aku adalah seorang pecinta drama korea.
Sejak aku duduk di bangku kelas dua SMA, dan yang pertama kali aku tonton adalah drama Boys Before Flower, drama yang aku yakin sukses membuat semua orang berkhayal menjadi Geum Jan Di yang sangat dicintai oleh Goo Jun Pyo.
Semakin ke sini, semakin banyak drama yang dikemas rapi dan keren mulai dari alur cerita, karakter, setting, dan sebagainya.
Ternyata, Boys Before Flower bukan menjadi drama ter-OK dalam list-ku.
Sudah banyak drama yang aku tonton, dan sampai saat ini aku hanya memiliki top five.
Pertama, The Moon that Embraces The Sun.
Kedua, Innocent Man.
Ketiga, My Lovely Girl.
Keempat, Fated to Love You.
Kelima, Healer.
Lima drama itu yang menurutku benar-benar sukses membawakan cerita yang dituju.
Sebenarnya, drama yang lain juga banyak yang bagus.
Ibarat sayur asem, lima drama ini luar biasa menyegarkan.
Ibarat kopi, lima drama ini tidak terbuat dari sembarang biji kopi.
Mengerti kan perbedaannya?
Sayur asem dan kopi kan sama-sama enak, tapi akan lebih menggugah selera kalau lebih segar dan bahan untuk membuat kopinya tidak sembarangan.
Itulah analogi yang aku buat dalam mewakili kelebihan dari lima drama ini.
Untuk genre sendiri, masing-masing punya genre yang berbeda walau terselip kisah cintanya, hehe.
Mungkin untuk lebih jelasnya, nanti aku akan review lima drama itu di blog ini.
Check it out ^^
-d-
Sejak aku duduk di bangku kelas dua SMA, dan yang pertama kali aku tonton adalah drama Boys Before Flower, drama yang aku yakin sukses membuat semua orang berkhayal menjadi Geum Jan Di yang sangat dicintai oleh Goo Jun Pyo.
Semakin ke sini, semakin banyak drama yang dikemas rapi dan keren mulai dari alur cerita, karakter, setting, dan sebagainya.
Ternyata, Boys Before Flower bukan menjadi drama ter-OK dalam list-ku.
Sudah banyak drama yang aku tonton, dan sampai saat ini aku hanya memiliki top five.
Pertama, The Moon that Embraces The Sun.
Kedua, Innocent Man.
Ketiga, My Lovely Girl.
Keempat, Fated to Love You.
Kelima, Healer.
Lima drama itu yang menurutku benar-benar sukses membawakan cerita yang dituju.
Sebenarnya, drama yang lain juga banyak yang bagus.
Ibarat sayur asem, lima drama ini luar biasa menyegarkan.
Ibarat kopi, lima drama ini tidak terbuat dari sembarang biji kopi.
Mengerti kan perbedaannya?
Sayur asem dan kopi kan sama-sama enak, tapi akan lebih menggugah selera kalau lebih segar dan bahan untuk membuat kopinya tidak sembarangan.
Itulah analogi yang aku buat dalam mewakili kelebihan dari lima drama ini.
Untuk genre sendiri, masing-masing punya genre yang berbeda walau terselip kisah cintanya, hehe.
Mungkin untuk lebih jelasnya, nanti aku akan review lima drama itu di blog ini.
Check it out ^^
-d-
Senin, 13 April 2015
Ibu
Kalau kebanyakan orang-orang punya satu Ibu, aku punya banyak, hehe.
Pertama, aku punya ibu kandungku, ibu biologisku, namanya Nuryanah.
Cintanya padaku? Jangan dipertanyakan.
Bahkan aku rasa dia rela memberikan jiwa raga, bahkan nayawanya, untukku.
Cintaku padanya? Jangan diperbandingkan.
Aku tahu, walau aku persembahkan bumi dan seisinya hanya untuknya, itu tidak akan cukup membalas segala perjuangan, segala kasih sayang dan cinta, juga segala kekuatannya untuk melindungiku.
Tapi aku tidak akan pernah berhenti untuk membuatnya, at least, bangga memiliki aku.
Mama tidak ada duanya di dunia ini bagiku.
Kedua, aku punya tante, kakak dari Ibu, namanya Yumiati.
Sampai saat ini, beliau belum dikaruniai seorang anak oleh Allah SWT.
Aku tahu betapa hancur hatinya akan hal ini.
Tapi dia bertahan sekuat tenaga, tidak terpuruk dalam kesedihannya.
Karena dia tahu, dia memiliki aku dan dua anak dari suaminya.
Aku senang saat di disertasinya terpampang namaku di dalam ucapan terima kasihnya hehe.
Aku ingat saat aku kelas satu SMA, beliau sedang bercengkrama dengan temannya di telepon, ditanya sudah punya berapa anak, dia menjawab tiga.
Anak pertamanya dia bilang sudah lulus kuliah, anak kedua dia bilang kelas tiga SMA, dan anak terakhir dia bilang kelas satu SMA, yaitu diriku hehe.
Sampai sekarang jawaban itulah yang dilontarkan jika pertanyaan itu terulang kembali.
Ketiga, adik dari Ibuku, Nurlalela.
Nah kalau Tante yang satu ini partner in crime, hehe.
Karena kalau sama dia enak makan apa aja, pergi ke mana aja, hehe.
Jangan sampai deh buat dia marah, ngeri soalnya wkwk.
Itu Ibu-ibu yang tinggal satu rumah denganku. Masih ada Mama Eti, Mama Iyus, Mama Ees, Mama Pepeng, Mama Jenong, dan Tante Mona.
Senang rasanya dikaruniai keluarga besar seperti ini :)
Alhamdulillah
-d-
Pertama, aku punya ibu kandungku, ibu biologisku, namanya Nuryanah.
Cintanya padaku? Jangan dipertanyakan.
Bahkan aku rasa dia rela memberikan jiwa raga, bahkan nayawanya, untukku.
Cintaku padanya? Jangan diperbandingkan.
Aku tahu, walau aku persembahkan bumi dan seisinya hanya untuknya, itu tidak akan cukup membalas segala perjuangan, segala kasih sayang dan cinta, juga segala kekuatannya untuk melindungiku.
Tapi aku tidak akan pernah berhenti untuk membuatnya, at least, bangga memiliki aku.
Mama tidak ada duanya di dunia ini bagiku.
Kedua, aku punya tante, kakak dari Ibu, namanya Yumiati.
Sampai saat ini, beliau belum dikaruniai seorang anak oleh Allah SWT.
Aku tahu betapa hancur hatinya akan hal ini.
Tapi dia bertahan sekuat tenaga, tidak terpuruk dalam kesedihannya.
Karena dia tahu, dia memiliki aku dan dua anak dari suaminya.
Aku senang saat di disertasinya terpampang namaku di dalam ucapan terima kasihnya hehe.
Aku ingat saat aku kelas satu SMA, beliau sedang bercengkrama dengan temannya di telepon, ditanya sudah punya berapa anak, dia menjawab tiga.
Anak pertamanya dia bilang sudah lulus kuliah, anak kedua dia bilang kelas tiga SMA, dan anak terakhir dia bilang kelas satu SMA, yaitu diriku hehe.
Sampai sekarang jawaban itulah yang dilontarkan jika pertanyaan itu terulang kembali.
Ketiga, adik dari Ibuku, Nurlalela.
Nah kalau Tante yang satu ini partner in crime, hehe.
Karena kalau sama dia enak makan apa aja, pergi ke mana aja, hehe.
Jangan sampai deh buat dia marah, ngeri soalnya wkwk.
Itu Ibu-ibu yang tinggal satu rumah denganku. Masih ada Mama Eti, Mama Iyus, Mama Ees, Mama Pepeng, Mama Jenong, dan Tante Mona.
Senang rasanya dikaruniai keluarga besar seperti ini :)
Alhamdulillah
-d-
Senin, 06 April 2015
Nggak Ekspresif
Ceritanya, aku dan beberapa teman lagi di perpustakaan.
Tempat teroke sepanjang sejarah kami di tingkat akhir ini, hehehe.
Seketika, ada seorang teman lagi datang menghampiri kami.
Dia terkenal dengan segala keriwehannya.
Dia bilang dia kangen ke kami semua.
Dan aku hanya tersenyum menanggapi.
"Dina, kok begitu banget responnya? Kamu nggak kangen sama aku?"
"Ya kangen." jawabku singkat dan datar.
Aku pun merangsek maju untuk memberinya sebuah pelukan.
Well, bagaimana ya?
Jujur aku sama sekali tidak bohong padanya.
Aku benar-benar kangen padanya, dengan teman-teman sekelas.
Tapi aku bukan orang yang ekspresif, yang secara gamblang mengungkapkan apa yang aku rasa.
Aku cenderung diam, biar aku yang merasakan indahnya merindu dan dirindukan.
Bukannya tidak ingin berbagi, tetapi aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk dapat mencerminkan perasaanku.
Mungkin karena aku behave kali ya?
Atau ada yang salah denganku? Hehe.
-d-
Tempat teroke sepanjang sejarah kami di tingkat akhir ini, hehehe.
Seketika, ada seorang teman lagi datang menghampiri kami.
Dia terkenal dengan segala keriwehannya.
Dia bilang dia kangen ke kami semua.
Dan aku hanya tersenyum menanggapi.
"Dina, kok begitu banget responnya? Kamu nggak kangen sama aku?"
"Ya kangen." jawabku singkat dan datar.
Aku pun merangsek maju untuk memberinya sebuah pelukan.
Well, bagaimana ya?
Jujur aku sama sekali tidak bohong padanya.
Aku benar-benar kangen padanya, dengan teman-teman sekelas.
Tapi aku bukan orang yang ekspresif, yang secara gamblang mengungkapkan apa yang aku rasa.
Aku cenderung diam, biar aku yang merasakan indahnya merindu dan dirindukan.
Bukannya tidak ingin berbagi, tetapi aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk dapat mencerminkan perasaanku.
Mungkin karena aku behave kali ya?
Atau ada yang salah denganku? Hehe.
-d-
STEREO
Aku selalu ingin blogku menarik.
Sehingga sejak aku membuat web ini, aku selalu berusaha memosting cerita-cerita yang membuat banyak orang terpaku pada layar dengan LCD-nya adalah webku ini, sedang membaca tulisan-tulisan yang aku posting.
Tapi saat aku tinjau ulang, banyak sekali yang berlabel ‘hati', haha.
Biarinlah, namanya juga jiwa melankolis paling bahagia.
Kali ini, aku ingin memosting tentang STEREO.
Drama musikal di salah satu stasiun televisi yang menurutku dikemas sangat keren, jadi dari awal aku langsung tertarik dan selalu menunggu-nunggu program ini setiap minggunya.
Saat aku mengikuti acara talkshow yang bintang tamunya adalah para pemain STEREO, rata-rata mereka bilang bahwa mereka sudah seperti keluarga karena hampir setiap hari ketemu.
Well, pernyataan itu membuatku flash back ke jaman SMA dulu.
Bisa dibilang aku tahu banget apa yang para pemain STEREO itu rasakan.
Bagaimana rasanya hampir setiap hari bertemu dengan orang yang sama di ranah yang sama.
Ranah pengganti keluarga selama 8,5 jam per hari bahkan terkadang bisa lebih dari jam tersebut karena kami harus latihan rutin, evaluasi dari senior, belajar bersama, atau hanya sekadar bercengkrama yang membuat kami semakin kompak dan hubungan persaudaraan kami semakin intens.
Membuatku rindu dan tak jarang aku merasa ingin kembali ke masa-masa itu.
Yah, mungkin yang sering membaca blog ini tahu siapa mereka hehe.
Lalu aku kembali menemukan pengganti mereka, cahaya matahariku selain Ibu dan keluarga Arfatku, versi Bandung.
Hampir setiap hari bertemu di perkuliahan, berbagi suka dan duka, tawa dan tangis, kegalauan karena dosen, cinta, dan keluarga.
Mereka juga pernah aku bahas di blog ini, hehe.
Intinya, dengan adanya kehadiran mereka aku sadar.
Everybody loves you, Din! :D
Dan buat STEREO, semoga nanti nggak cuma hari Minggu aja ya tayangnya, kelamaan nunggunya, hehehe.
-d-
Sehingga sejak aku membuat web ini, aku selalu berusaha memosting cerita-cerita yang membuat banyak orang terpaku pada layar dengan LCD-nya adalah webku ini, sedang membaca tulisan-tulisan yang aku posting.
Tapi saat aku tinjau ulang, banyak sekali yang berlabel ‘hati', haha.
Biarinlah, namanya juga jiwa melankolis paling bahagia.
Kali ini, aku ingin memosting tentang STEREO.
Drama musikal di salah satu stasiun televisi yang menurutku dikemas sangat keren, jadi dari awal aku langsung tertarik dan selalu menunggu-nunggu program ini setiap minggunya.
Saat aku mengikuti acara talkshow yang bintang tamunya adalah para pemain STEREO, rata-rata mereka bilang bahwa mereka sudah seperti keluarga karena hampir setiap hari ketemu.
Well, pernyataan itu membuatku flash back ke jaman SMA dulu.
Bisa dibilang aku tahu banget apa yang para pemain STEREO itu rasakan.
Bagaimana rasanya hampir setiap hari bertemu dengan orang yang sama di ranah yang sama.
Ranah pengganti keluarga selama 8,5 jam per hari bahkan terkadang bisa lebih dari jam tersebut karena kami harus latihan rutin, evaluasi dari senior, belajar bersama, atau hanya sekadar bercengkrama yang membuat kami semakin kompak dan hubungan persaudaraan kami semakin intens.
Membuatku rindu dan tak jarang aku merasa ingin kembali ke masa-masa itu.
Yah, mungkin yang sering membaca blog ini tahu siapa mereka hehe.
Lalu aku kembali menemukan pengganti mereka, cahaya matahariku selain Ibu dan keluarga Arfatku, versi Bandung.
Hampir setiap hari bertemu di perkuliahan, berbagi suka dan duka, tawa dan tangis, kegalauan karena dosen, cinta, dan keluarga.
Mereka juga pernah aku bahas di blog ini, hehe.
Intinya, dengan adanya kehadiran mereka aku sadar.
Everybody loves you, Din! :D
Dan buat STEREO, semoga nanti nggak cuma hari Minggu aja ya tayangnya, kelamaan nunggunya, hehehe.
-d-
Langganan:
Komentar (Atom)



