Bismillahirrohmanirrohiim

Bismillahirrohmaanirrohiim
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?

Kamis, 24 November 2011

Dingin, hangat, hiasan.

Menahan rasa dingin hingga kehangatan datang.
Rasa dingin yang nyaris mematahkan tulang rusukku.
Rasa dingin yang nyaris mematahkan segala kelimbungan.
Rasa dingin yang menghancurkan hingga terbentuklah kepingan2 yang tak akan dapat tersusun kembali.
Rasa dingin yang membuat diri ini seperti tenggelam karena sangat menyesakkan.
Rasa dingin yang membekukan segala pendirian dan peradaban yang telah terpatri dalam jiwa.
Awalnya merupakan hal yang peluangnya O bagiku.
Namun kenyataannya semuanya lenyap bagai karam.
Hancur lebur bagai anai.
Karena sumber kehangatan yang bahkan mengalahkan hangatnya sinar matahari pagi.
Melainkan sumber kehangatan yang datang berupa sebuah bisikan hangat yang menyejukkan jiwa.
Sumber kehangatan yang datang berupa tatapan yang mengalahkan kekuatan gravitasi karena menjatuhkan semua yang tersapu olehnya.
Sumber kehangatan yang datang berupa senyuman yang memabukkan siapa pun yang terjamah olehnya, yang mengalahkan lautan dalam menghanyutkan sesuatu, yang melimbungkan jika tidak ada sandaran.
Sumber kehangatan yang datang berupa heroin bagiku, krn jiwanya, suaranya, bahkan aromanya sangat mengundangku.
Aku juga sangat tidak paham apa yang membuat segala kedinginan yang aku rasakan menjadi takluk pada segala kehangatan yang terpancar dari makhluk ciptaan Allah SWT yang sangat mengagumkan itu.
Kedinginan ini rasanya mematikan.
Bahkan morfin pun tak akan pernah bisa menghilangkan rasa sakitnya walau sedikit saja.
Semakin dipaksa untuk dihilangkan, maka akan semakin buta aku dibuatnya krn rasa sakitnya yang tak terhingga.
Dingin yang meluluhlantakkan jiwa ini krn kehilangan arah.
Dingin yang menusuk-nusuk, yang menggigit segala aspek hidupku tanpa ampun.
Terdengarnya sangat hiperbola dan ironis, bukan, diriku ini?
Namun, siapa yang sangka Allah memberikan aku sebuah sumber kehangatan yang bagai arus listrik krn benar-benar langsung menerjangku.
Janganlah pernah berhenti menjadi penghangat hati dan penghias hatiku.
Aku sama sekali tidak dapat menghilangkan cahayamu.
Yang bersinar indah dari dirimu.
Wahai sang penghias hati.
Sudikah membawa jiwa dan raga ini pergi?
Ke tempat di mana hanya boleh kita saja yang bercanda tawa.
Wahai sang penghias hati.
Terkadang aku berada pada asa yang luar biasa.
Karena aku buta akan cahayamu.
Aku tidak dapat menangkap apa yang kau pancarkan.
Tolong jangan biarkan aku terseok karena kegelapan.
Biarkan aku terbang dan biarkan aku merasa sesak.
Tapi jangan pernah membiarkan aku jauh dari hati dan jiwamu.
Hei sang penghias hati.
Arungilah dermaga hatiku dan samudera jiwaku.
Dan aku rela hatiku direnangi olehmu.
Karena satu terindah dalam dirimu kini ada di jiwaku.
Wahai sang penghias hati.
Janganlah pernah menjadi gumpalan saat aku menutup mata.

Aku mencintaimu penghias hatiku.

Itulah dirimu di mataku, Titaniumku.


-d-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar