Beberapa hari ini hujan tidak ingin kehilangan eksistensinya dalam peradaban manusia, khususnya manusia Bandung.
Aku tidak mengerti kenapa beberapa orang menyukai hujan.
Dan apa yang terjadi di tengah hujan, identik dengan keromantisan.
Entah itu bahkan hanya menunggu di tempat teduh yang sama saat hujan dan berujung pada perasaan, macam ftv saja.
Aku termasuk salah satu orang yang minoritas karena tidak terlalu menyukai hujan.
Kalau kata Bella Swan dalam film Twilight,
"I don't really like the rain, any cold, or wet things."
Ya kira-kira seperti itulah gambaran aku mengenai hujan di samping alasan takutnya aku terhadap petir.
Walau ada beberapa kisah menarikku, terutama di saat masa kecil, yang mengikutsertakan hujan untuk memberikan kenangan pada memorinya.
Bagiku, dengan adanya hujan, aku kehilangan kesempatan untuk menikmati hadirnya senja.
Jingganya yang mendominasi membuatku merasa damai hingga sukma.
Alasanku menyukai senja adalah senyumannya.
Kami sering bertukar senyum saat senja menampakkan wujudnya.
Berbagi tawa dan kisah yang jauh lebih menyegarkan dari guyuran hujan.
Menikmati hilangnya matahari yang malu-malu ke permukaan seolah begitu merindukan senjanya.
Membuatku merasa, apa aku bisa menjauh dari sosok ini yang bahkan aku tak tahu kapan aku bisa menggenggam hatinya.
Membuatku merasa, apa cinta ini akan ada habisnya?
Sosoknya ibarat candu bagiku, satu-satunya heroin yang paling dan sangat berpengaruh saat malam dan siangku.
Penantian ini, akankah berakhir?
Aku merasa benar-benar jatuh terlalu dalam cintanya.
Sampai-sampai aku merasa yakin.
Dari dunia atau dimensi mana pun,
Seribu tahun atau sejuta tahun lagi pun aku baru dipertemukan dengannya,
Aku akan tetap dan selalu mencintai dia tanpa syarat.
-d-
Bismillahirrohmanirrohiim
Bismillahirrohmaanirrohiim
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Jumat, 18 Oktober 2013
Kebudayaan dan Peradaban
Banyak yang menginginkan untuk menjadi berguna bagi orang-orang atau lingkungan sekitarnya.
Tapi, untuk menjadi pribadi yang terintegritas, janganlah terlalu naif dalam menilai pandangan tersebut.
Karena tukang sapu pun sangat berguna bagi orang-orang dan lingkungan sekitarnya.
Dengan kata lain, jika dipandang dari segala aspek, semua pekerjaan atau profesi, apa pun itu,
Akan memberikan kepuasan tersendiri bagi masing-masing individu dan akan sama terhormatnya di mata Alloh SWT jika diiringi dengan sabar dan syukur.
Jadi yang membedakan memang kualitas dari masing-masing manusianya.
Tadi di kelas ada perbincangan mengenai keterpaduan antara etika, estetika, dan moral dalam suatu individu.
Menurutku sendiri, ketiganya memang berkaitan erat satu sama lain ya.
Dari kecil, setiap individu pasti sudah ditanamkan etika dalam bersikap dan bertingkah laku.
Baik itu berlandaskan religi, hukum, budaya, norma, atau nilai.
Seiring dengan berjalanya waktu, dengan sudah mengertinya kita akan fungsi dari etika-etika tersebut, kita mulai tertantang atau merasa dituntut untuk bersikap dengan anggun dan indah.
Itulah yang kita kenal dengan estetika.
Sebagai gambaran, kita tahu menolong orang yang kesusahan merupakan suatu etika yang baik.
Tetapi dengan estetika, kita jadi mengerti bagaimana cara menolong orang yang kesusahan dengan benar, sesuai pada tempatnya, sesuai dengan siapa lawan bicara kita, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, juga dipandang dari sisi lain yang masuk akal atau rasional.
Kemudian moral itu sendiri yang pada akhirnya membatasi segala sikap dan tingkah laku kita.
Titik pusat di mana kita akan memilih apa mau menjadi individu yang terintegrasi, bahasa kasarnya ‘beradab’, atau justru menjadi individu yang dengan segala etika dan keanggunannya justru melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku.
Jadi tiga hal tadi memang sangat berkaitan erat satu sama lain untuk memunculkan suatu kebudayaan dan peradaban di tengah-tengah individu.
Kemudian saat perkuliahan tadi ada salah satu teman bertanya,
Apakah cinta merupakan suatu kebudayaan? Lalu bagaimana dengan pengkhianatan?
Bukannya bermaksud ingin menyaingi para sastrawan dan para pujangga,
Juga sama sekali tidak bermaksud merasa lebih tahu dari pakar-pakar cinta yang sekarang sedang eksis.
Tapi menurutku, cinta itu bukan suatu kebudayaan.
Walau kebudayaan memang muncul dari adanya kebiasaan-kebiasaan,
Dan cinta yang memang muncul karena adanya intensitas waktu bersama tidaklah sedikit.
Coba kalau kita pandang dari sisi bagaimana dua hal tersebut bisa muncul.
Untuk menjadi sebuah kebudayaan, jelas suatu kebiasaan tidak melalui proses yang instan.
Kita tidak bisa memilih kebiasaan secara asal untuk dijadikan sebuah kebudayaan karena hanya akan berujung pada kehancuran.
Walau memang masih terkenal sebagai sesuatu yang subjektif, kebudayaan di sini jelas bukan hanya milik satu individu, tetapi milik sekumpulan individu yang memiliki sudut pandang, tujuan, ide atau gagasan yang sama.
Sedangkan kalau cinta, dia tidak pernah sudi memberi tahu ke mana arah dan tujuannya.
Tidak ada kata lain yang dapat mendeskripsikan selain takdir dan fitrah perihal cinta ini.
Karena menurutku, salah satu alasan mengapa individu memiliki keinginan untuk bertahan adalah cinta.
Cinta pada Sang Pencipta, pada orang tua yang telah membesarkannya, atau bahkan pada lawan jenis yang akan menjadi teman hidup sampai akhir hayatnya.
Dan cinta juga identik dengan sensasinya yang tidak unik dan beragam.
Akan berdampak positif jika cinta yang dimiliki oleh seorang individu sejalan dengan pilihannya.
Tetapi kalau cinta tersebut justru berlawanan dengan apa yang diharapkan?
Seolah hal tersebut bahkan dapat membangunkan monster yang sudah lama tidur dalam diri individu tersebut.
Jadi, cinta dan kebudayaan jelas merupakan hal yang berbeda.
Bagaimana dengan pengkhianatan?
Jelas merupakan hal yang menyakitkan ya.
Hanya keikhlasan obat paling ampuh sebagai penangkalnya.
Tentu hal tersebut bukan hal yang mudah, tetapi bukan juga tidak mungkin :D
Nah, itulah sepenggal pendapat dari jiwa melankolis ini.
Yang tertarik dengan berbagai kebudayaan yang beragam dan berbeda-beda.
Karena perbedaan itulah yang memunculkan peradaban ^^
-d-
Tapi, untuk menjadi pribadi yang terintegritas, janganlah terlalu naif dalam menilai pandangan tersebut.
Karena tukang sapu pun sangat berguna bagi orang-orang dan lingkungan sekitarnya.
Dengan kata lain, jika dipandang dari segala aspek, semua pekerjaan atau profesi, apa pun itu,
Akan memberikan kepuasan tersendiri bagi masing-masing individu dan akan sama terhormatnya di mata Alloh SWT jika diiringi dengan sabar dan syukur.
Jadi yang membedakan memang kualitas dari masing-masing manusianya.
Tadi di kelas ada perbincangan mengenai keterpaduan antara etika, estetika, dan moral dalam suatu individu.
Menurutku sendiri, ketiganya memang berkaitan erat satu sama lain ya.
Dari kecil, setiap individu pasti sudah ditanamkan etika dalam bersikap dan bertingkah laku.
Baik itu berlandaskan religi, hukum, budaya, norma, atau nilai.
Seiring dengan berjalanya waktu, dengan sudah mengertinya kita akan fungsi dari etika-etika tersebut, kita mulai tertantang atau merasa dituntut untuk bersikap dengan anggun dan indah.
Itulah yang kita kenal dengan estetika.
Sebagai gambaran, kita tahu menolong orang yang kesusahan merupakan suatu etika yang baik.
Tetapi dengan estetika, kita jadi mengerti bagaimana cara menolong orang yang kesusahan dengan benar, sesuai pada tempatnya, sesuai dengan siapa lawan bicara kita, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, juga dipandang dari sisi lain yang masuk akal atau rasional.
Kemudian moral itu sendiri yang pada akhirnya membatasi segala sikap dan tingkah laku kita.
Titik pusat di mana kita akan memilih apa mau menjadi individu yang terintegrasi, bahasa kasarnya ‘beradab’, atau justru menjadi individu yang dengan segala etika dan keanggunannya justru melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku.
Jadi tiga hal tadi memang sangat berkaitan erat satu sama lain untuk memunculkan suatu kebudayaan dan peradaban di tengah-tengah individu.
Kemudian saat perkuliahan tadi ada salah satu teman bertanya,
Apakah cinta merupakan suatu kebudayaan? Lalu bagaimana dengan pengkhianatan?
Bukannya bermaksud ingin menyaingi para sastrawan dan para pujangga,
Juga sama sekali tidak bermaksud merasa lebih tahu dari pakar-pakar cinta yang sekarang sedang eksis.
Tapi menurutku, cinta itu bukan suatu kebudayaan.
Walau kebudayaan memang muncul dari adanya kebiasaan-kebiasaan,
Dan cinta yang memang muncul karena adanya intensitas waktu bersama tidaklah sedikit.
Coba kalau kita pandang dari sisi bagaimana dua hal tersebut bisa muncul.
Untuk menjadi sebuah kebudayaan, jelas suatu kebiasaan tidak melalui proses yang instan.
Kita tidak bisa memilih kebiasaan secara asal untuk dijadikan sebuah kebudayaan karena hanya akan berujung pada kehancuran.
Walau memang masih terkenal sebagai sesuatu yang subjektif, kebudayaan di sini jelas bukan hanya milik satu individu, tetapi milik sekumpulan individu yang memiliki sudut pandang, tujuan, ide atau gagasan yang sama.
Sedangkan kalau cinta, dia tidak pernah sudi memberi tahu ke mana arah dan tujuannya.
Tidak ada kata lain yang dapat mendeskripsikan selain takdir dan fitrah perihal cinta ini.
Karena menurutku, salah satu alasan mengapa individu memiliki keinginan untuk bertahan adalah cinta.
Cinta pada Sang Pencipta, pada orang tua yang telah membesarkannya, atau bahkan pada lawan jenis yang akan menjadi teman hidup sampai akhir hayatnya.
Dan cinta juga identik dengan sensasinya yang tidak unik dan beragam.
Akan berdampak positif jika cinta yang dimiliki oleh seorang individu sejalan dengan pilihannya.
Tetapi kalau cinta tersebut justru berlawanan dengan apa yang diharapkan?
Seolah hal tersebut bahkan dapat membangunkan monster yang sudah lama tidur dalam diri individu tersebut.
Jadi, cinta dan kebudayaan jelas merupakan hal yang berbeda.
Bagaimana dengan pengkhianatan?
Jelas merupakan hal yang menyakitkan ya.
Hanya keikhlasan obat paling ampuh sebagai penangkalnya.
Tentu hal tersebut bukan hal yang mudah, tetapi bukan juga tidak mungkin :D
Nah, itulah sepenggal pendapat dari jiwa melankolis ini.
Yang tertarik dengan berbagai kebudayaan yang beragam dan berbeda-beda.
Karena perbedaan itulah yang memunculkan peradaban ^^
-d-
Minggu, 06 Oktober 2013
Dan Tentang Seseorang . . .
Aku ingin bercerita tentang seorang anak manusia.
Terkait sosok adam ini, aku merasa benar-benar percaya dengan kalimat:
Don’t judge a book by its cover.
Awalnya melihat dia, aku yakin dia adalah sosok yang introvert.
Dengan segala diamnya, dengan segala kehati-hatiannya.
Tetapi aku selalu dibuat mengerutkan kening jika mendengar respon dari pertanyaanku tentang dia.
“Apa? Dia pendiam? Kata siapa?!”
Kata-kata itulah yang selalu aku dengar, disertai dengan tertawaan, dari sahabat-sahabatnya sejak SMA.
Karena complicated things yang membuatku sering menghabiskan waktu bersamanya,
Aku mulai merasa ada yang salah dengan sosok ini.
Seonggok nyawa tak berjiwa karena diamnya jika di hadapan semua orang.
Tetapi bisa menjadi orang lain dengan kehangatan jika sudah bersama sahabat-sahabatnya.
Aku benar-benar dibuat tidak mengerti dan mulai merasa kesal.
Karena aku menganggap dia bersembunyi dibalik topengnya.
Sekali waktu, aku diberi kesempatan untuk mengobrol berdua dengannya.
Mungkin karena saat itu di kerumunan orang-orang sekitar kami, hanya aku yang paling dikenalnya.
Aku bertanya satu hal padanya untuk memecah keheningan dan mencairkan suasana.
“Ini luka kenapa?” tanyaku sambil menunjuk kakinya.
Dia tersenyum dan mulai menjelaskan asal-usul dia mendapatkan luka tersebut.
Kemudian menjelaskan tentang luka-lukanya yang lain.
Berujung ke makanan kesukaannya, keadaan keluarga dan rumahnya, dan sebagainya.
Tak terlewatkan pula ia bercerita padaku tentang seorang gadis yang pernah dekat dengannya.
Dari sebuah luka, ke sebuah kehidupan.
Seolah ia mulai membuka jendelanya untukku.
Aku tercenung saat mendengar opininya mengenai satu hal,
Yang aku tahu kontra dengan orang-orang di sekelilingnya.
“Justru, kalau aku tidak melakukan hal itu, aku adalah orang yang paling jahat.”
Aku benar-benar memikirkan kata per kata yang ia uraikan.
Yang semakin lama justru membuatku semakin menciut.
Karena pandanganku mengenai dirinya begitu salah besar.
Aku berani bertaruh orang-orang di sekitar pun berpikiran yang sama sepertiku pada awalnya.
Sejak saat itu, ia benar-benar mencair padaku.
Ia mulai sering melucu dan bernyanyi asal-asalan, bahkan buang gas di depanku.
Ia mulai sering mengeluarkan sifat aslinya.
Tidak perlu aku tanya, jika ia ingin bercerita, ia akan membuka bibirnya untuk itu.
Dan aku selalu siap pasang telinga, berharap berekspresi dan merespon di saat yang tepat.
Saat ini, aku menjadi salah satu orang yang tertawa jika ada yang bertanya,
“Dia pendiam ya orangnya?”
Dia baik, itu sudah jauh lebih dari cukup untukku merasa nyaman berteman dengannya.
Terkadang memang lucu untuk mengambil kesimpulan terlalu cepat.
Tanpa terjun langsung ke TKP dan merasakan sensasinya :)
-d-
Terkait sosok adam ini, aku merasa benar-benar percaya dengan kalimat:
Don’t judge a book by its cover.
Awalnya melihat dia, aku yakin dia adalah sosok yang introvert.
Dengan segala diamnya, dengan segala kehati-hatiannya.
Tetapi aku selalu dibuat mengerutkan kening jika mendengar respon dari pertanyaanku tentang dia.
“Apa? Dia pendiam? Kata siapa?!”
Kata-kata itulah yang selalu aku dengar, disertai dengan tertawaan, dari sahabat-sahabatnya sejak SMA.
Karena complicated things yang membuatku sering menghabiskan waktu bersamanya,
Aku mulai merasa ada yang salah dengan sosok ini.
Seonggok nyawa tak berjiwa karena diamnya jika di hadapan semua orang.
Tetapi bisa menjadi orang lain dengan kehangatan jika sudah bersama sahabat-sahabatnya.
Aku benar-benar dibuat tidak mengerti dan mulai merasa kesal.
Karena aku menganggap dia bersembunyi dibalik topengnya.
Sekali waktu, aku diberi kesempatan untuk mengobrol berdua dengannya.
Mungkin karena saat itu di kerumunan orang-orang sekitar kami, hanya aku yang paling dikenalnya.
Aku bertanya satu hal padanya untuk memecah keheningan dan mencairkan suasana.
“Ini luka kenapa?” tanyaku sambil menunjuk kakinya.
Dia tersenyum dan mulai menjelaskan asal-usul dia mendapatkan luka tersebut.
Kemudian menjelaskan tentang luka-lukanya yang lain.
Berujung ke makanan kesukaannya, keadaan keluarga dan rumahnya, dan sebagainya.
Tak terlewatkan pula ia bercerita padaku tentang seorang gadis yang pernah dekat dengannya.
Dari sebuah luka, ke sebuah kehidupan.
Seolah ia mulai membuka jendelanya untukku.
Aku tercenung saat mendengar opininya mengenai satu hal,
Yang aku tahu kontra dengan orang-orang di sekelilingnya.
“Justru, kalau aku tidak melakukan hal itu, aku adalah orang yang paling jahat.”
Aku benar-benar memikirkan kata per kata yang ia uraikan.
Yang semakin lama justru membuatku semakin menciut.
Karena pandanganku mengenai dirinya begitu salah besar.
Aku berani bertaruh orang-orang di sekitar pun berpikiran yang sama sepertiku pada awalnya.
Sejak saat itu, ia benar-benar mencair padaku.
Ia mulai sering melucu dan bernyanyi asal-asalan, bahkan buang gas di depanku.
Ia mulai sering mengeluarkan sifat aslinya.
Tidak perlu aku tanya, jika ia ingin bercerita, ia akan membuka bibirnya untuk itu.
Dan aku selalu siap pasang telinga, berharap berekspresi dan merespon di saat yang tepat.
Saat ini, aku menjadi salah satu orang yang tertawa jika ada yang bertanya,
“Dia pendiam ya orangnya?”
Dia baik, itu sudah jauh lebih dari cukup untukku merasa nyaman berteman dengannya.
Terkadang memang lucu untuk mengambil kesimpulan terlalu cepat.
Tanpa terjun langsung ke TKP dan merasakan sensasinya :)
-d-
Sabtu, 05 Oktober 2013
Pekat suatu senja jingga . . .
“Kata orang rindu itu indah. Namun bagiku ini menyiksa . . .”
Percayakah kamu dengan bintang jatuh?
Katanya dia bisa mengabulkan pintamu.
Percayakah kamu dengan angin malam?
Katanya dia bisa menyampaikan pesan.
Aku tak percaya.
Kenapa?
Rasa rindu yang begitu mendesak bagai momen impuls ini,
Rasa cinta yang bahkan aku sendiri tak dapat melihat kedalamannya,
Menjadi suatu bukti yang absolut.
Kalau kamu nyata dan akan selalu ada.
Sedangkan bintang jatuh dan angin malam itu?
Mereka identik dengan malam yang akan berganti siang.
Mereka bagian dari kefanaan.
Dan pilihanku hanya dengan mengeluarkan air mata.
Setidaknya untuk mengurangi rasa sesak yang menggebu-gebu ini.
Akan jauh lebih baik jika ruang dalam bagian kecil hatiku kosong.
Jadi aku tidak mempunyai alasan untuk selalu merasa sesak seperti ini.
Terlepas dari segala hal yang aku alami dan aku rasakan pada insan itu,
Aku sangat bersyukur telah dipertemukan olehnya.
Sosok manusia paling dingin tetapi dapat menghangatkan apa pun situasi dan kondisi
yang diri ini rasa.
Ah, bagaimana mungkin aku bisa lupa?
Senyumnya di kala senja jingga itu,
Bagai guyuran hujan bagi hatiku yang telah melewati kemarau panjang.
Malam saja mengerti bahwa ada seorang gadis, diriku,
Menyisipkan simfoni terindah untuknya.
Biar saja rindu ini menyatu dengan pekat! :)
-d-
Percayakah kamu dengan bintang jatuh?
Katanya dia bisa mengabulkan pintamu.
Percayakah kamu dengan angin malam?
Katanya dia bisa menyampaikan pesan.
Aku tak percaya.
Kenapa?
Rasa rindu yang begitu mendesak bagai momen impuls ini,
Rasa cinta yang bahkan aku sendiri tak dapat melihat kedalamannya,
Menjadi suatu bukti yang absolut.
Kalau kamu nyata dan akan selalu ada.
Sedangkan bintang jatuh dan angin malam itu?
Mereka identik dengan malam yang akan berganti siang.
Mereka bagian dari kefanaan.
Dan pilihanku hanya dengan mengeluarkan air mata.
Setidaknya untuk mengurangi rasa sesak yang menggebu-gebu ini.
Akan jauh lebih baik jika ruang dalam bagian kecil hatiku kosong.
Jadi aku tidak mempunyai alasan untuk selalu merasa sesak seperti ini.
Terlepas dari segala hal yang aku alami dan aku rasakan pada insan itu,
Aku sangat bersyukur telah dipertemukan olehnya.
Sosok manusia paling dingin tetapi dapat menghangatkan apa pun situasi dan kondisi
yang diri ini rasa.
Ah, bagaimana mungkin aku bisa lupa?
Senyumnya di kala senja jingga itu,
Bagai guyuran hujan bagi hatiku yang telah melewati kemarau panjang.
Malam saja mengerti bahwa ada seorang gadis, diriku,
Menyisipkan simfoni terindah untuknya.
Biar saja rindu ini menyatu dengan pekat! :)
-d-
Jumat, 04 Oktober 2013
A - K- U - D - I - N - A :)))
Chairil Anwar mempunyai deskripsi mengenai dirinya di buku ‘AKU’
Dan aku ingin kembali mendeskripsikan mengenai diriku lewat blog ini.
Terdengar ekstrovert, ya?
Tapi aku merasa ini perlu, untuk mempunyai penilaian terhadap diri sendiri.
Aku orangnya terlalu sarkastik.
Dalam artian, terlalu lugas dalam menyatakan sesuatu.
Terlalu jelas mana hal yang aku suka, mana hal yang tidak aku suka.
Tidak pernah ragu untuk mengungkapkan dua hal yang saling melawan itu.
Tanpa memikirkan apa yang mungkin tertangkap dan langsung berkelana dalam pemikiran orang-orang di sekitarku mengenai aku.
Dalam dimensi waktu dan ruang masa kini, aku ingin belajar satu hal.
Untuk mulai mempertimbangkan spekulasi orang-orang terhadap perkataan dan perbuatanku.
In other words, I named it with ‘behave’.
Karena selama ini, aku yakin aku adalah aku.
Aku sedikit tidak memberikan perhatian lebih pada tafsiran orang-orang tentang aku.
Karena aku sadar aku tidak akan pernah tahu apa yang terjadi esok atau bahkan sepersekian detik yang akan datang.
Sehingga susah untuk menunjukkan apa yang sebenarnya bersemayam dan terpatri dalam benak, pikiran, dan hatiku jika aku harus mengubah persepi atau pandangan orang-orang tentang aku.
It doesn’t mean I have to be another one.
I’m still being me, and always it.
Walau aku terlalu lugas dalam mengungkapkan sesuatu,
Behave di sini hanya aku artikan sebagai cara agar pandangan orang-orang di sekitar mengenai aku sesuai dengan the real me.
Segala pendapat atau kesan pesan untuk menjadikan aku seorang individu yang lebih baik,
Kenapa tidak? :)))
I’ve always been the kind of girl that hid my face.
So afraid to tell the world, what I’ve got to say.
But I have this dream, bright inside of me.
I’m gonna let it show, it’s time to let you know, to let you know.
This is real, this is me.
I’m exactly where I’m supposed to be.
Now, gonna let the light shine on me.
Now, I found who I am, there’s no way to hold it in.
No more hiding who I wanna be, This is me . . .
Do you know what it is likes? To feel so in the dark.
To dream about a life, where you’re the shining stars.
Eventhough it seems, like it’s too far away.
I have to believe in myself, it’s the only way.
-d-
Dan aku ingin kembali mendeskripsikan mengenai diriku lewat blog ini.
Terdengar ekstrovert, ya?
Tapi aku merasa ini perlu, untuk mempunyai penilaian terhadap diri sendiri.
Aku orangnya terlalu sarkastik.
Dalam artian, terlalu lugas dalam menyatakan sesuatu.
Terlalu jelas mana hal yang aku suka, mana hal yang tidak aku suka.
Tidak pernah ragu untuk mengungkapkan dua hal yang saling melawan itu.
Tanpa memikirkan apa yang mungkin tertangkap dan langsung berkelana dalam pemikiran orang-orang di sekitarku mengenai aku.
Dalam dimensi waktu dan ruang masa kini, aku ingin belajar satu hal.
Untuk mulai mempertimbangkan spekulasi orang-orang terhadap perkataan dan perbuatanku.
In other words, I named it with ‘behave’.
Karena selama ini, aku yakin aku adalah aku.
Aku sedikit tidak memberikan perhatian lebih pada tafsiran orang-orang tentang aku.
Karena aku sadar aku tidak akan pernah tahu apa yang terjadi esok atau bahkan sepersekian detik yang akan datang.
Sehingga susah untuk menunjukkan apa yang sebenarnya bersemayam dan terpatri dalam benak, pikiran, dan hatiku jika aku harus mengubah persepi atau pandangan orang-orang tentang aku.
It doesn’t mean I have to be another one.
I’m still being me, and always it.
Walau aku terlalu lugas dalam mengungkapkan sesuatu,
Behave di sini hanya aku artikan sebagai cara agar pandangan orang-orang di sekitar mengenai aku sesuai dengan the real me.
Segala pendapat atau kesan pesan untuk menjadikan aku seorang individu yang lebih baik,
Kenapa tidak? :)))
I’ve always been the kind of girl that hid my face.
So afraid to tell the world, what I’ve got to say.
But I have this dream, bright inside of me.
I’m gonna let it show, it’s time to let you know, to let you know.
This is real, this is me.
I’m exactly where I’m supposed to be.
Now, gonna let the light shine on me.
Now, I found who I am, there’s no way to hold it in.
No more hiding who I wanna be, This is me . . .
Do you know what it is likes? To feel so in the dark.
To dream about a life, where you’re the shining stars.
Eventhough it seems, like it’s too far away.
I have to believe in myself, it’s the only way.
-d-
Karya . . . Sastra :)
“Bukan maksudku mau berbagi nasib, nasib adalah kesunyian masing-masing.”
“Aku susah tidur. Orang ngomong, anjing gonggong, dunia jauh mengabur.”
Dua penggal kata-kata yang dikutip dari buku Aku-nya Suman Djaja tentang Chairil Anwar.
Di dalam film Ada Apa Dengan Cinta.
Film lama banget, dulu nonton saat aku kelas tiga SD, satu deret sama keluarga besar.
“Lo mau diwawancara sekarang? Basi! Madingnya udah siap terbit!”
“Terus kalau lo ngerasa aneh di tengah keramaian begini, salah siapa? Salah gue? Salah temen-temen gue? Gue tanya!”
Itulah dialog-dialog yang aku ambil dari film tersebut.
Dua insan yang sama-sama menyukai karya sastra.
Dulu, bagiku pribadi, mengenal sastra ketika disuruh membuat puisi.
Entah mengapa, aku langsung terkagum-kagum dengan diksi.
Aku terpesona dengan perpaduan kata-kata harmonis.
Dan pada akhirnya membentuk barisan-barisan kalimat manis yang begitu menggoda.
Di situlah, aku mulai mempelajari sastrawan-sastrawan Indonesia.
Berawal dari mempelajari puisi-puisi mereka.
Dari Chairil Anwar, Rendra, Taufiq A Ismail, dan lain-lainnya.
Menurutku, mereka bergitu cerdas dalam menyatupadukan diksi-diksi tersebut.
Tidak dapat dijelaskan bahkan jika ditinjau dari segi majas atau tanda baca juga irama.
Kemudian, aku mulai memaknai film Ada Apa Dengan Cinta.
Puisi-puisinya yang begitu memukau alasan utamaku.
Dan aku juga mulai mengerti makna dari setiap dialog yang terucap.
Tidak puas kalau hanya membaca dan mengagumi karya sastra,
Aku memberanikan diriku untuk membuat puisi-puisi .
Jelas tidak sebanding dengan apa yang sudah para sastrawan itu perkenalkan.
Tetapi setidaknya, aku menemukan diriku begitu bernyawa,
Ingin menghabiskan waktuku untuk berkarya sastra.
Aku tidak heran jika orang-orang menganggap aku aneh,
Dengan segala ucapan, tulisan, juga tingkah laku aku.
Aku cukup mengerti saat banyak yang berpaling dari tulisan-tulisanku,
Atau bahkan dari diriku.
Justru dari semua itu aku dibanjiri oleh berbagai inspirasi.
Dan aku mulai belajar, tulisanku sama sekali tidak berarti,
Jika aku hanya mencoba menulis.
Maka aku mulai mencoba mendengarkan.
Apa pun yang semua orang ingin katakan,
Baik tentang diri mereka sendiri, maupun tentangku.
Aku dengarkan mereka dengan harapan aku berekspresi dan merespon di saat yang tepat.
Sehingga mereka dapat menemukan kenyamanan saat bercerita denganku.
Perlahan-lahan, kujadikan cerita-cerita mereka sebagai bahan tulisanku.
Dan aku harap apa yang aku lakukan tidak menjadi sebuah pengkhianatan.
Karena terkadang aku hanya ingin menuangkan apa yang sedang berkelumat,
Baik dalam pikiran maupun otakku.
Pada dasarnya aku hanya manusia biasa yang punya batasan untuk merasa lelah :)
Dan aku merasa jauh lebih dari cukup, aku bahagia.
Dengan Alloh SWT sebagai satu-satunya pendengar paling baik yang aku miliki.
Walau seharusnya aku merasa malu mengadukan segala keluh kesahkum
Dengan segala simbah dosa yang aku punya.
Fabiayyi alaai Robbi kuma tukadzdzibaan?
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Fainna ma’al ‘usri yusran. Inna ma’al ‘usri yusran.
Sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan. Di balik kesulitan ada kemudahan.
-d-
“Aku susah tidur. Orang ngomong, anjing gonggong, dunia jauh mengabur.”
Dua penggal kata-kata yang dikutip dari buku Aku-nya Suman Djaja tentang Chairil Anwar.
Di dalam film Ada Apa Dengan Cinta.
Film lama banget, dulu nonton saat aku kelas tiga SD, satu deret sama keluarga besar.
“Lo mau diwawancara sekarang? Basi! Madingnya udah siap terbit!”
“Terus kalau lo ngerasa aneh di tengah keramaian begini, salah siapa? Salah gue? Salah temen-temen gue? Gue tanya!”
Itulah dialog-dialog yang aku ambil dari film tersebut.
Dua insan yang sama-sama menyukai karya sastra.
Dulu, bagiku pribadi, mengenal sastra ketika disuruh membuat puisi.
Entah mengapa, aku langsung terkagum-kagum dengan diksi.
Aku terpesona dengan perpaduan kata-kata harmonis.
Dan pada akhirnya membentuk barisan-barisan kalimat manis yang begitu menggoda.
Di situlah, aku mulai mempelajari sastrawan-sastrawan Indonesia.
Berawal dari mempelajari puisi-puisi mereka.
Dari Chairil Anwar, Rendra, Taufiq A Ismail, dan lain-lainnya.
Menurutku, mereka bergitu cerdas dalam menyatupadukan diksi-diksi tersebut.
Tidak dapat dijelaskan bahkan jika ditinjau dari segi majas atau tanda baca juga irama.
Kemudian, aku mulai memaknai film Ada Apa Dengan Cinta.
Puisi-puisinya yang begitu memukau alasan utamaku.
Dan aku juga mulai mengerti makna dari setiap dialog yang terucap.
Tidak puas kalau hanya membaca dan mengagumi karya sastra,
Aku memberanikan diriku untuk membuat puisi-puisi .
Jelas tidak sebanding dengan apa yang sudah para sastrawan itu perkenalkan.
Tetapi setidaknya, aku menemukan diriku begitu bernyawa,
Ingin menghabiskan waktuku untuk berkarya sastra.
Aku tidak heran jika orang-orang menganggap aku aneh,
Dengan segala ucapan, tulisan, juga tingkah laku aku.
Aku cukup mengerti saat banyak yang berpaling dari tulisan-tulisanku,
Atau bahkan dari diriku.
Justru dari semua itu aku dibanjiri oleh berbagai inspirasi.
Dan aku mulai belajar, tulisanku sama sekali tidak berarti,
Jika aku hanya mencoba menulis.
Maka aku mulai mencoba mendengarkan.
Apa pun yang semua orang ingin katakan,
Baik tentang diri mereka sendiri, maupun tentangku.
Aku dengarkan mereka dengan harapan aku berekspresi dan merespon di saat yang tepat.
Sehingga mereka dapat menemukan kenyamanan saat bercerita denganku.
Perlahan-lahan, kujadikan cerita-cerita mereka sebagai bahan tulisanku.
Dan aku harap apa yang aku lakukan tidak menjadi sebuah pengkhianatan.
Karena terkadang aku hanya ingin menuangkan apa yang sedang berkelumat,
Baik dalam pikiran maupun otakku.
Pada dasarnya aku hanya manusia biasa yang punya batasan untuk merasa lelah :)
Dan aku merasa jauh lebih dari cukup, aku bahagia.
Dengan Alloh SWT sebagai satu-satunya pendengar paling baik yang aku miliki.
Walau seharusnya aku merasa malu mengadukan segala keluh kesahkum
Dengan segala simbah dosa yang aku punya.
Fabiayyi alaai Robbi kuma tukadzdzibaan?
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Fainna ma’al ‘usri yusran. Inna ma’al ‘usri yusran.
Sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan. Di balik kesulitan ada kemudahan.
-d-
Langganan:
Komentar (Atom)